Nakita.id - Kabar perceraian Baim Wong dan Paula Verhoeven akhirnya terbukti.
Baim Wong telah menggugat cerai Paula Verhoeven pada 8 Oktober 2024.
Gugatan cerai tersebut juga telah terdaftar di Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan juga membenarkan mengenai kabar perceraian pasangan selebritis tersebut, sebelum akhirnya Baim melakukan konferensi pers di kantornya.
Mengutip dari Grid.id , Humas PA Jakarta Selatan, Taslimah, di kantornya di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan pada Selasa (8/10/2024) membenarkan kabar tersebut.
"Untuk nama yang disebutkan itu sudah terdaftar di kemitraan pengadilan agama Jakarta Selatan baru saja. Tanggal gugatan itu 7 Oktober, kalau terdaftar tanggal 8 Oktober 2024," ujar Humas PA Jakarta Selatan, Taslimah di kantornya pada Selasa (8/10/2024).
Gugatan tersebut diajukan oleh Baim Wong melalui kuasa hukumnya pada 7 Oktober 2024 secara elektronik.
"Yang mengajukan adalah Muhammad Ibrahim (Baim Wong)," lanjut Humas PA Jakarta Selatan.
"Gugatan itu didaftarkan dengan mengajukan melalui kuasa hukumnya secara elektronik yang diajukan oleh kuasa hukum Fahmi Bachmid," lanjut Taslimah.
Adapun 2 gugatan yang diajukan oleh Baim Wong yaitu gugatan talak serta hak asuh kedua anaknya.
"Mengajukan gugatan cerai talak dan hak asuk anak," lanjutnya.
Baca Juga: 'Paula Harus Sabar' Sifat Asli Baim Wong Tempramental Terbongkar?
"Pemohon mengajukan untuk diberi izin mengikrarkan talak kepada istrinya dan pemohon meminta kepada pengadilan untuk ditunjuk sebagai pengasuh dan pemelihara dari anaknya tersebut agar berada di dalam asuhan dari pemohon," ungkap Taslimah.
"Dua-duanya," lanjut Taslimah.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, meskipun pasangan suami istri telah bercerai, mereka tetap memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.
Kewajiban ini berlaku hingga anak tersebut menikah atau dapat hidup mandiri.
Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang orang tua terhadap anak-anak mereka tidak boleh dihalangi oleh pihak manapun, meskipun mereka telah berpisah.
Namun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak memberikan penjelasan rinci mengenai kepada siapa hak asuh anak jatuh setelah perceraian.
Dalam undang-undang ini hanya disebutkan bahwa jika terjadi perselisihan terkait hak asuh atau penguasaan anak, maka pengadilan yang akan memutuskan hal tersebut.
Pengaturan mengenai hak asuh anak dapat ditemukan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pasal 105 KHI menyatakan bahwa hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun berada pada ibunya.
Setelah anak tersebut berusia 12 tahun, maka keputusan akan diserahkan kepada anak untuk memilih apakah ia ingin diasuh oleh ayah atau ibunya.
Selain itu, terdapat yurisprudensi terkait hak asuh anak di bawah umur yang menetapkan bahwa hak asuh anak biasanya jatuh kepada ibunya.
Baca Juga: 'Masih Sayang Paula?' Ingin Tepis Baim Wong Duda, Justru Ini Jawabnya
Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 102 K/Sip/1973 tanggal 24 April 1975, dinyatakan bahwa, "Berdasarkan yurisprudensi mengenai perwalian anak, patokannya ialah bahwa ibu kandung yang diutamakan, khususnya bagi anak-anak yang masih kecil, karena kepentingan anak yang menjadi kriterium, kecuali jika terbukti bahwa ibu tersebut tidak layak untuk memelihara anaknya."
Putusan Mahkamah Agung RI No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 juga menegaskan hal serupa, yakni bahwa, "Jika terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur seyogyanya diserahkan kepada orang yang terdekat dan paling akrab dengan si anak, yaitu ibunya."
Namun, dalam Pasal 156 huruf c KHI disebutkan bahwa ayah atau ibu yang bercerai dapat kehilangan hak asuh anak (hadhanah).
Hak asuh dapat berpindah jika pengasuh, baik ibu maupun ayah, dianggap tidak layak menjalankan pengasuhan.
Pasal 156 huruf c berbunyi, "apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula."
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR