Wajib Tahu Plus Minus Sekolah Saat Pandemi, Psikolog Anak Sebut Hal Ini Hanya Akan Efektif Asal Didukung Pihak Sekolah
Nakita.id - Wacana pembukaan kembali sekolah di tengah pandemi Covid-19 menjadi perhatian banyak orangtua.
Pasalnya hal tersebut dinilai terlalu berisiko untuk kesehatan anak di tengah pandemi yang masih terus meningkat.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem baru saja menyampaikan pada Senin (15/06/2020) terkait arahan pembukaan kembali sekolah di tengah pandemi.
Baca Juga: Bagaimanakah Nanti Anak Bersekolah Saat Pandemi? Nakita.id Membahas Tuntas!
Pemprov DKI Jakarta juga diketahui sudah memutuskan untuk menerapkan transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menuju new normal.
Dimulainya masa transisi ini membuat beberapa aktivitas sosial dan ekonomi pun perlahan dibuka kembali.
Namun kondisi pandemi yang belum menunjukkan penurunan membuat para orang tua dan pihak sekolah khawatir sekaligus bertanya-tanya, siapkah sekolah kembali dibuka setelah tiga bulan ini proses belajar mengajar dilakukan secara jarak jauh?
Apalagi untuk para siswa Paud dan SD, mereka lebih berisiko tinggi tertular Covid-19.
Soal protokol kesehatan yang wajib dijalankan pada era new normal juga menjadi kekhawatiran orang tua.
Adapun plus minus sekolah di saat pandemi juga wajib untuk Moms perhatikan.
Menurut Psikolog Anisa Cahya Ningrum, protokol new normal akan efektif diterapkan ke anak-anak, jika mendapat dukungan dari orang tua dan guru di sekolah.
"Yang dibutuhkan adalah kesadaran dan kedisiplinan. Orang tua dan guru perlu menyadari bahwa protokol ini harus diterapkan secara disiplin dan dipantau secara continue.
Memang membutuhkan perhatian ekstra dan juga kesabaran untuk melakukannya," ungkap Anisa Cahya Ningrum saat dihubungi Nakita.id, Minggu (07/06/20).
Jika wacana masuk sekolah ini terus dijalankan, Anisa tidak menutup kemungkinan psikologis anak pun akan ikut mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
"Yang paling berdampak adalah perkembangan aspek psikososialnya. Dimana anak merasa dibatasi untuk berinteraksi dengan teman-temannya, dan juga orang dewasa lain," jelasnya.
Jika Si Kecil masuk sekolah, memang anak tidak lagi bisa secara bebas bermain dan bergembira di ruang publik. Akan ada batasan-batasan yang harus mereka jalani.
Tak hanya itu, Anisa juga mengungkapkan ada kemungkinan berpengaruh dengan perkembangan aspek emosi anak jika dibiarkan tetap bersekolah.
"Anak bisa menjadi murung, bosan, dan sedih karena tidak bisa beraktivitas seperti dulu. Khususnya bila orang tua tidak bisa menstimulasi dan memotivasi suasana hati anak. Penting sekali bagi orang tua untuk memahami hal ini, agar bisa mengantisipasinya," ungkapnya.
Jika wacana pembukaan kembali sekolah di era new normal ini tetap dijalankan, menurut Anisa itu akan mebgubah pola belajar dari anak-anak itu sendiri.
Seperti yang sempat dikabarkan bahwa kapasitas siswa dalam ruangan dikatakan akan berkurang sampai 50% dari kapasitas normal.
Baca Juga: Pergi ke Sekolah saat Pandemi Amankah? Ahli Bongkar Habis Plus Minusnya: 'Pikirkan Baik-baik'
"Kapasitas ruang dengan jumlah anak selayaknya disesuaikan. Perlu dipertimbangkan untuk membuat shift dalam jam belajar. Misalnya, anak bisa hadir dua hari sekali, supaya hanya 50% anak saja yang berada di dalam kelas, terkait dengan aturan social distancing yang harus dipatuhi," ungkapnya.
Tak hanya itu, jenis aktivitas belajar juga perlu menjadi bahan pertimbangan.
Kegiatan yang berisiko untuk saling bersentuhan tidak lagi bisa dilakukan. Misalnya pelajaran olah raga yang tidak bisa maksimal dipraktikkan.
Para guru pun mendapat tugas ekstra untuk memastikan anak-anak tetap konsisten memakai masker dan cuci tangan sesuai prosedur.
"Tentu ini hal ini akan memengaruhi konsentrasi dalam proses belajar mengajar yang perlu diantisipasi. Karena proses pembelajaran tidak bisa optimal, maka capaian hasil belajar juga perlu dilakukan penyesuaian.
Artinya, kita tidak bisa menuntut anak mencapai hasil belajar yang layaknya harus dicapai di kondisi normal," tambah Anisa.
Untuk membuat anak tidak takut untuk menghadapi kegiatan belajar mengajar di kemudian hari, Anisa juga menyarankan agar orang tua untuk mempersiapkan kondisi mentalnya sendiri.
"“Keparnoan” anak adalah refleksi dari “keparnoan” orang tuanya. Jadi yang perlu dipersiapkan adalah kondisi mental para orang tua dalam menghadapi era new normal ini.
Perlu dipastikan bahwa orang tua memahami semua protokol yang sudah ditetapkan. Jangan sampai anak berangkat ke sekolah tanpa menggunakan masker, dan belum tahu cara mencuci tangan dengan baik," ungkapnya.
Orang tua juga perlu berkoordinasi dengan pihak sekolah, sejauh mana kesiapan sekolah dalam menyiapkan fasilitas untuk penerapan protokol kesehatan ini untuk anak.
Apakah sudah siap dengan peralatan pengukuran suhu, tempat cuci tangan, masker cadangan, antisipasi kondisi darurat, dan lain-lain.
"Jika hal-hal tersebut sudah disiapkan dengan baik, maka orang tua perlu menunjukkan kepada anak, bahwa semua akan baik-baik saja. Orang tua yang bersikap tenang dan yakin, akan menjadi contoh bagi anak untuk melakukan hal yang sama ketika berangkat dan berada di sekolah," ungkapnya.
Baca Juga: Pergi ke Sekolah saat Pandemi, Siswa di Beberapa Negara Ini Justru Ikut Terinfeksi Virus Corona
Anisa juga memberikan tips untuk para orang tua yang anaknya akan kembali bersekolah, jika memang sekolah tetap kembali dibuka.
"Siapkan segala keperluan anak sesuai protokol yang ditetapkan. Pastikan anak memakai masker, membawa hand sanitizer, dan sudah menguasai cara mencuci tangan, serta memahami etika batuk, bersin, dan lainnya," jelas Anisa.
Jangan lupa untuk ajari anak cara menyampaikan kepada gurunya, apabila merasakan gejala yang tidak nyaman pada tubuhnya.
Misalnya jika tiba-tiba merasa demam, pusing, atau gejala-gejala lain yang berisiko.
Moms juga berikan gambaran tentang pandemi corona dengan cara yang sederhana.
Bahwa ada penyakit yang bisa menular, jika kita tidak mengikuti protokol. Kita akan sehat-sehat saja, bila kita patuh pada aturan tersebut.
Penulis | : | Ine Yulita Sari |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR