Tak hanya itu, Anisa juga mengungkapkan ada kemungkinan berpengaruh dengan perkembangan aspek emosi anak jika dibiarkan tetap bersekolah.
"Anak bisa menjadi murung, bosan, dan sedih karena tidak bisa beraktivitas seperti dulu. Khususnya bila orang tua tidak bisa menstimulasi dan memotivasi suasana hati anak. Penting sekali bagi orang tua untuk memahami hal ini, agar bisa mengantisipasinya," ungkapnya.
Jika wacana pembukaan kembali sekolah di era new normal ini tetap dijalankan, menurut Anisa itu akan mebgubah pola belajar dari anak-anak itu sendiri.
Seperti yang sempat dikabarkan bahwa kapasitas siswa dalam ruangan dikatakan akan berkurang sampai 50% dari kapasitas normal.
Baca Juga: Pergi ke Sekolah saat Pandemi Amankah? Ahli Bongkar Habis Plus Minusnya: 'Pikirkan Baik-baik'
"Kapasitas ruang dengan jumlah anak selayaknya disesuaikan. Perlu dipertimbangkan untuk membuat shift dalam jam belajar. Misalnya, anak bisa hadir dua hari sekali, supaya hanya 50% anak saja yang berada di dalam kelas, terkait dengan aturan social distancing yang harus dipatuhi," ungkapnya.
Tak hanya itu, jenis aktivitas belajar juga perlu menjadi bahan pertimbangan.
Kegiatan yang berisiko untuk saling bersentuhan tidak lagi bisa dilakukan. Misalnya pelajaran olah raga yang tidak bisa maksimal dipraktikkan.
Para guru pun mendapat tugas ekstra untuk memastikan anak-anak tetap konsisten memakai masker dan cuci tangan sesuai prosedur.
Penulis | : | Ine Yulita Sari |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR