Nakita.id - Moms dan Dads harus tahu pentingnya pendampingan psikologis untuk pasien kanker anak agar tetap semangat.
Sayangnya, sampai saat ini, masih banyak orangtua yang belum tahu betapa pentingnya pendampingan psikologis untuk pasien kanker anak.
Tanpa berlama-lama lagi, simak penjelasan psikolog klinis anak ini terkait pentingnya pendampingan psikologis untuk pasien kanker anak.
Menurut Mariska Johana, M.Psi, Psikolog, pendampingan psikologis sendiri sangatlah penting.
“Karena ini enggak hanya berdampak pada fisik, tapi juga psikologis,” ungkap Mariska saat diwawancarai Nakita, Senin (6/2/2023).
“Nah, jadi pendampingan psikologisnya sangat penting untuk anak bisa tetap optimal berkembang meski memiliki sakit fisik yaitu sakit kanker di dalam tubuhnya,” lanjutnya menerangkan.
Dalam arti lain, meski anak memiliki sakit secara fisik, anak tetap bisa berkembang dengan maksimal, Moms dan Dads.
Baik dari segi sosial, segi akademis, dan juga penghargaan terhadap dirinya sendiri, sehingga anak tidak terdampak sekali bahkan sampai rendah diri dan malu untuk bersosialisasi.
Nah, untuk pendampingan psikologis sendiri mulai bisa Moms dan Dads berikan ketika anak pertama kali divonis kanker.
Mungkin Moms dan Dads masih bingung bahkan khawatir bagaimana cara memberitahunya.
Jangan khawatir dulu, karena psikolog yang saat ini berpraktik di Bicarakan.id akan memberikan beberapa caranya.
Baca Juga: Cara Mendeteksi Kanker Anak Sejak Dini Menurut Dokter Spesialis Anak
Bagi banyak orangtua, ketika anak pertama divonis kanker tentu akan sangat berat untuk menyampaikannya langsung ke anak.
Akan tetapi, Mariska menyampaikan bahwa apapun kondisi anak, baik fisik maupun mental, anak berhak mengetahui apa yang terjadi dengan dirinya sendiri, termasuk tubuhnya.
“Jadi, bagi orangtua, harus sampaikan dengan jelas (kepada anak) apa yang terjadi,” katanya berpesan.
“Ini untuk membantu dia (anak) nanti mempersiapkan diri menghadapi penyakitnya, menghadapi pengobatannya nanti, dan juga tidak bertanya-tanya mengenai treatment (pengobatan) yang akan dia lakukan nantinya,” jelasnya.
Moms dan Dads harus tahu, ketika anak pertama divonis kanker, pasti akan ada dampak psikologis yang bisa dirasakan atau bahkan dialami anak tersebut.
Selain ke psikologis anak, kanker pada anak juga bisa berdampak pada akademis dan sosialnya.
Terlebih, di dalam keluarganya sendiri, yang juga akan terdampak dengan orangtua maupun saudara kandungnya.
“Dampak psikologis yang biasanya dirasakan oleh anak yang penderita kanker biasanya itu kecemasan, depresi, post traumatic syndrome. Anak merasa trauma terhadap rasa sakit, rumah sakit, apalagi pengobatan-pengobatan yang dia lakukan,” ujar Mariska.
“Dan juga biasanya terdampak di akademisnya, yaitu konsentrasi dan fokus. Jadi, mereka lebih sulit untuk berkonsentrasi karena adanya kecemasan. Dan juga ke sosialnya, dimana mereka merasa kurang percaya diri pastinya, karena memiliki sesuatu yang kurang atau sakit dalam tubuhnya,” lanjutnya menyampaikan.
Jadi, ketika anak sudah ketahuan divonis kanker, begini cara-cara yang sebaiknya Moms dan Dads lakukan.
Pertama, Moms dan Dads harus memakai kata ‘kanker’ itu sendiri.
“Karena kalau kita tidak memakai kata ‘kanker’ itu, nanti anaknya akan bingung ketika menghadapi kata-kata ‘kanker’ ini dari orang lain. Jadi, harus menggunakan kata ‘kanker’,” jelas Mariska.
Setelahnya, Moms dan Dads perlu menjelaskan kondisi anak sesuai dengan usianya.
“Di anak berusia lebih muda atau kecil seperti balita, itu kita memakan bahasa yang mudah dimengerti oleh dirinya. Dan juga, lebih ke basic information (informasi dasar), jangan ke detail-detailnya,” kata psikolog klinis anak ini.
“Mungkin kalau yang remaja itu baru kita sampaikan ke detail. Tapi, kita tetap kenalkan mereka dengan kata-kata ‘kanker’, ‘kemoterapi’, ‘operasi’ yang akan mereka dapatkan. Itu dikenalkan pada mereka,” lanjutnya mengatakan.
Kemudian, bagi Moms dan Dads, diusahakan untuk menjawab sebisa mungkin dan sejujur mungkin terkait apa yang ditanyakan anaknya sendiri.
“Jadi, orangtua harus mempersiapkan dulu nih pertanyaan-pertanyaan sulit yang mungkin akan ditanyakan oleh anak,” pesan Mariska.
“Kalau misalnya orangtua tidak mampu atau tidak bisa menjawab pertanyaan anak, jangan ragu untuk berkata tidak. Karena kita sama-sama belajar, jadi sampaikan ke anak kalau kita belum tahu soal itu, jadi mari kita tanyakan ke dokter terlebih dahulu. Baru nanti kita jelaskan lebih lanjut,” lanjutnya berpesan.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, ketika anak pertama tahu dirinya divonis kanker, tentu bisa berdampak pada psikologis, akademis, hingga sosialnya.
Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya nanti, Moms dan Dads.
Oleh karena itu, sebagai orangtua, Moms dan Dads perlu hadir dan terus memberi dukungan sepenuhnya kepada anak penyandang kanker ini.
Baca Juga: Apakah Bayi Bisa Terkena Kanker? Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya Menurut Dokter Spesialis Anak
Pertama, Mariska menyampaikan bahwa orangtua perlu menyampaikan kepada anak penyandang kanker bahwa tidak ada kata ‘sempurna’ dalam hidup atau dunia ini.
“Setiap anak memiliki kekurangannya, setiap anak memiliki perjuangannya masing-masing, setiap anak juga memiliki sakitnya masing-masing, baik fisik maupun mental. Intinya adalah, anak-anak itu harus mengerti kalau setiap orang itu punya kelemahannya sendiri,” katanya.
“Jadi, disampaikan kalau dengan kelemahannya ini, dia tetap bisa kok menjadi hebat, menjadi maksimal, dan menjadi orang yang membanggakan bagi banyak orang. Bahkan, bisa memberi dampak positif bagi banyak orang,” lanjutnya mengatakan.
Maka dari itu, Moms dan Dads perlu lebih mendorong anaknya sendiri untuk tidak hanya memikirkan apa yang menjadi kekurangannya.
Melainkan, bagaimana dengan kekurangannya ini tetap bisa membantu maupun bersosialisasi dengan orang lain.
Selain itu, dari sisi akademis anak, psikolog klinis anak ini juga berpesan pada orangtua untuk berpikir lebih panjang dan menyesuaikannya dengan kondisi anak itu sendiri.
“Karena biasanya, anak-anak itu lebih berfokus ke penyakitnya terlebih dahulu. Pengobatannya tidak hanya sekali dua kali, tetapi panjang dan berkali-kali,” terang Mariska.
Moms dan Dads bisa memutuskan apakah masih bisa diteruskan untuk sekolah formalnya atau harus home schooling.
Atau, bahkan, tidak keduanya tapi tetap diberikan bimbingan belajar agar anak tidak ketinggalan ketika sembuh dari penyakit kankernya ini.
“Ketika (pengobatan) berhasil dan kankernya sembuh, anak akan kembali bersekolah dan tidak akan ketinggalan di pelajarannya,” kata Mariska.
“Dan ini harus diinformasikan ke anak ya, kalau kenapa harus tetap belajar dan ikut sekolah formal. Karena, penyakit ini kan bisa disembuhkan dan nantinya kalau sembuh harus kembali bersekolah untuk masa depan anak nantinya,” jelas Mariska.
Baca Juga: Kasus Kanker Anak di Indonesia, Bagaimana Tahap Awal Penyembuhan?
Tak perlu menuntut dan terburu-buru, Moms dan Dads bisa melakukan bimbingan belajar dengan pelan-pelan serta sesuai kondisi anak.
“Meski terlambat atau berkurang seperti teman lainnya, itu tidak apa-apa karena bisa dikejar ketertinggalannya untuk bisa kembali bersekolah,” ucap Mariska.
“Jadi, lebih baik fokus dulu ke pengobatan fisiknya. Dan juga yang lebih ditekankan adalah adaptasinya kepada teman-temannya,” lanjut psikolog klinis anak ini.
Pada dasarnya, motivasi anak untuk belajar di sekolah sendiri tidak terlalu terganggu.
Akan tetapi, tingkat fokus dan rasa malu anak untuk kembali bersekolah itu kerap mengganggunya.
Seperti, anak bisa merasa tertinggal banyak dibandingkan teman-temannya, atau bahkan merasa berbeda dengan teman-temannya.
“Itu yang akan menunjukkan rasa kurang percaya dirinya,” ungkapnya.
Maka dari itu, sebagai orangtua, Moms dan Dads perlu mendorong dirinya sendiri untuk tahu benar kondisinya.
Juga, guru serta teman-temannya sekolahnya.
“Dan ini sebenarnya butuh bantuan guru dan temannya juga, dan dari pihak sekolah untuk memberikan support system kepada anak itu sendiri,” tutup Mariska.
Nah, itu tadi informasi lengkap terkait pentingnya pendampingan psikologis untuk pasien kanker anak ya, Moms dan Dads.
Baca Juga: Hari Kanker Anak Sedunia, Ketahui Soal Osteosarkoma, Jenis Kanker yang Diidap Anak Indonesia
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR