Pertama, Moms dan Dads harus memakai kata ‘kanker’ itu sendiri.
“Karena kalau kita tidak memakai kata ‘kanker’ itu, nanti anaknya akan bingung ketika menghadapi kata-kata ‘kanker’ ini dari orang lain. Jadi, harus menggunakan kata ‘kanker’,” jelas Mariska.
Setelahnya, Moms dan Dads perlu menjelaskan kondisi anak sesuai dengan usianya.
“Di anak berusia lebih muda atau kecil seperti balita, itu kita memakan bahasa yang mudah dimengerti oleh dirinya. Dan juga, lebih ke basic information (informasi dasar), jangan ke detail-detailnya,” kata psikolog klinis anak ini.
“Mungkin kalau yang remaja itu baru kita sampaikan ke detail. Tapi, kita tetap kenalkan mereka dengan kata-kata ‘kanker’, ‘kemoterapi’, ‘operasi’ yang akan mereka dapatkan. Itu dikenalkan pada mereka,” lanjutnya mengatakan.
Kemudian, bagi Moms dan Dads, diusahakan untuk menjawab sebisa mungkin dan sejujur mungkin terkait apa yang ditanyakan anaknya sendiri.
“Jadi, orangtua harus mempersiapkan dulu nih pertanyaan-pertanyaan sulit yang mungkin akan ditanyakan oleh anak,” pesan Mariska.
“Kalau misalnya orangtua tidak mampu atau tidak bisa menjawab pertanyaan anak, jangan ragu untuk berkata tidak. Karena kita sama-sama belajar, jadi sampaikan ke anak kalau kita belum tahu soal itu, jadi mari kita tanyakan ke dokter terlebih dahulu. Baru nanti kita jelaskan lebih lanjut,” lanjutnya berpesan.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, ketika anak pertama tahu dirinya divonis kanker, tentu bisa berdampak pada psikologis, akademis, hingga sosialnya.
Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya nanti, Moms dan Dads.
Oleh karena itu, sebagai orangtua, Moms dan Dads perlu hadir dan terus memberi dukungan sepenuhnya kepada anak penyandang kanker ini.
Baca Juga: Apakah Bayi Bisa Terkena Kanker? Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya Menurut Dokter Spesialis Anak
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR