Maya mengucapkan jangan berharap kalau kondisi seseorang sudah parah bahkan menggunakan respirator, herbal atau jamu tetap tidak bisa membantu.
"Ada fase-fase tertentu yang di mana kita masih bisa dibantu oleh si herbal itu atau suplemen yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh kalau kondisinya ringan. Kalau kondisinya berat tentunya akan berbeda lagi penanganannya," kata Maya.
Kalau orang tanpa gejala (OTG) sebenarnya dengan gaya hidup sehat, nutrisi cukup, istirahat baik, sudah sembuh tidak perlu dengan tambahan-tambahan yang sebenarnya percuma, sambung Maya.
"Tapi herbal ini sebenarnya ada baiknya. Herbal kan sebenarnya kebudayaan kita. Dulu kan kita juga minum beras kencur, kunyit asam, jamu-jamu kan hal yang biasa. Kalau kita budayakan lagi kenapa tidak?
Itu juga akan memperbaiki sistem tubuh kita kok. Asal bahan bakunya benar, sumbernya betul, kita mengolahnya baik, kita buat minuman sehari-hari kenapa tidak? Orang barat tidak punya loh.
Baca Juga: Penderita Diabetes Lebih Rentan Terkena Covid-19, Ketahui Cara Mencegah dan Pengobatannya
Sanksi obat overclaim tentu saja macam-macam ada yang berupa pembatalan izin edar, peringatan, bisa sampai pidana, tergantung masalahnya apa," ucap Maya.
Kesimpulannya, Maya menyarankan masyarakat tidak mudah percaya dengan obat yang klaim dapat menyembuhkan Covid-19.
"Lab BSL-3 di Indonesia baru 3 seperti LIPI. Jadi kalau ada obat herbal yang bisa mematikan virus ini di lab yang mana ya?
Karena di Indonesia baru 2 dan protapnya ketat sekali karena urusannya mematikan virus yang ada di dalam tubuh bukan di luar tubuh.
Misalnya virus dikasih alkohol matikan. Bukan berarti alkoholic itu dia antivirus ya enggak, akan berbeda. Sistem di luar dan di dalam itu berbeda. Jangan seperti Trump disuruh minum disinfektan mau," ujar Maya.
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR