Nakita.id - Vaksin covid-19 sedang digencarkan untuk seluruh masyarakat di Indonesia.
Dimulai dengan pemberian vaksin berdasarkan kelompoknya seperti guru, wartawan, atlet, pekerja seni, dan lainnya.
Kemudian kini pemberian vaksin bisa melebar dan dimana saja.
Masyarakat bisa mendatangi lokasi vaksinasi dengan membawa KTP dan mengikuti prosesnya.
Baca Juga: Selain Sinovac, Kemenkes Jelaskan Rencana Pemberian Jenis Vaksin Covid-19 Lain Untuk Anak-anak
Tetapi di tengah pemberian vaksin covid-19 ada banyak fakta dan mitos yang beredar.
Jangan sampai Moms memercayai berita bohong perihal vaksin yang beredar selama ini sehingga membuat Moms jadi menolak untuk divaksin.
Plt. Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, drg. Kartini Rustandi, M.Kes dalam wawancaranya bersama Nakita.id menjelaskan fakta dan mitos seputar vaksin covid-19 sehingga Moms tidak perlu lagi percaya hoax yang beredar selama ini.
1. Penyintas covid-19 tidak perlu mendapatkan vaksin
Banyak yang memercayai bahwa penyintas atau orang yang sudah pernah terpapar covid-19 tidak perlu mendapatkan vaksin lagi.
drg. Kartini mengakui bahwa orang yang sudah pernah terpapar virus corona memanglah sudah memiliki antibodi alami.
"Tetapi semua yang ada di dalam tubuh kita tidak akan terus-menerus sama. Antibodi ini akan menurun," jelas drg. Kartini.
Dengan begitu, vaksinasi covid-19 tetap perlu dilakukan untuk meningkatkan antibodinya.
2. Vaksin tidak melindungi diri dari covid-19
Banyak pula yang percaya bahwa vaksin tidak bisa melindungi diri dari covid-19 karena seseorang yang sudah menjalani vaksinasi tetap bisa terpapar virus corona.
drg. Kartini pun menjelaskan bahwa vaksin covid-19 memang tidak sepenuhnya melindungi tubuh, tetapi bisa membantu menjaga kondisi.
"Bukan tidak melindungi tapi melindungi kita itu dari kondisi misalnya kalau dia sudah terpapar dan sudah divaksinasi kemudian terpapar tubuhnya sudah tahu oh ini ada virusnya maka tubuhnya dengan cepat akan membentuk antibodi," jelas drg. Kartini.
3. Tertular virus corona dari vaksin covid-19
Banyak yang memercayai bahwa vaksin covid-19 bisa tertular virus corona dan mendapatkan hasil swab PCR yang positif.
Mendengar hal ini, drg. Kartini menegaskan bahwa tidak benar anggapan tersebut.
"Karena yang masuk itu adalah virus yang mati atau juga vaksin itu dari RNA-nya bukan dari virus hidup," jelas drg. Kartini.
Yang terlihat pada orang yang sudah terpapar virus corona yaitu antibodinya meningkat.
"Orang yang terpapar vaksin dan juga terpapar virus maka dia antibodinya akan meningkat jadi bukan karena hasil pcrnya positif atau negatif," jelas drg. Kartini.
4. Vaksin menimbulkan reaksi alergi
Perlu diketahui bahwa ketahanan setiap orang berbeda-beda sehingga reaksi usai divaksin bisa berbeda-beda juga.
drg. Kartini menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian di dunia ataupun Italy bahwa kemungkinan reaksi alergi ini sangat kecil.
"Makanya kalau habis vaksin kan disuruh tunggu 15 menit nah kalau memang dalam 15-30 menit tidak ada apa-apa berarti bukan dari vaksin reaksi alerginya. Tapi kalau yang sangat sensitif biasanya langsung," jelas drg. Kartini.
Untuk itulah ada proses screening sebelum divaksin covid-19 demi seseorang bisa menginformasikan kondisi kesehatannya yang sebenarnya.
"Sekali lagi saya sampaikan ketika divaksin harus ada screening harus jujur, harus mencatat data-datanya, tidak boleh berbohong kondisinya. Itu yang sangat penting," jelas drg. Kartini.
5. Vaksin pada ibu menyusui bisa menyebabkan bayi meninggal
Tidak sedikit yang khawatir kalau vaksin covid-19 untuk ibu menyusui bisa menyebabkan bayi meninggal.
Baca Juga: Kapan Anak Usia di Bawah 12 Tahun Bisa Dapat Vaksin Covid-19? Kemenkes Beri Jawabannya
"Sampai saat ini belum pernah ada kasus dan belum ada uji klinis yang menyatakan hal itu," tegas drg. Kartini.
6. Vaksin covid-19 pada ibu hamil bisa menyebabkan keguguran
Mendengar kabar yang beredar tersebut, drg. Kartini menekankan bahwa Kementerian Kesehatan belum pernah memberikan izin pada ibu hamil untuk vaksinasi covid-19.
"Karena juga belum ada izin dari balai POM maupun ITAGI (Indonesia Technical Advisory Group on Immunization) rekomendasinya belum ada bahwa vaksin untuk ibu hamil. Yang ada adalah untuk ibu menyusui dan anak usia 12-17 tahun," jelas drg. Kartini.
7. Vaksin covid-19 bisa menyebabkan siklus haid berantakan
drg. Kartini menegaskan bahwa belum ada data ilmiah yang menyatakan vaksin covid-19 menyebabkan siklus haid berantakan.
"Yang saya pahami ketika orang stres ketika orang itu dalam kondisi tidak sehat, siklsus haid bisa saja berubah,"
"Jadi jangan digabungkan divaksin dengan siklus haid belum ada hasil penelitian yang menyatakan hal itu," papar drg. Kartini.
8. Setelah divaksin tidak perlu prokes
drg. Kartini menjelaskan bahwa baik sudah divakasin, apalagi yang belum mendapatkan vaksin covid-19, maka protokol kesehatan tetap perlu dilakukan.
Secara garis besar, drg. Kartini menjelaskan bahwa ada 2 jenis protokol kesehatan yaitu prokes untuk pribadi dan prokes pada tempat umum.
Baca Juga: Catat! Inilah 9 Kondisi Anak yang Tidak Boleh Divaksin Covid-19
"Protokol kesehatan untuk perlindungan individu yang sering dikenal dengan ingat pesan ibu pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, ditambah sekarang hindari kerumunan dan tingkatkan daya tahan tubuh itu untuk pribadi dan keluarga,"
Sementara prokes pada tempat umum yaitu kewajiban pemilik untuk memastikan tempat umum miliknya seperti mall atau tempat makan membersihkan dan meyakinkan bahwa area tersebut tidak terdapat kerumunan dan adanya jaga jarak.
"Saya juga khusus bagi Moms and Dads, please anak-anaknya yang masih kecil tolong jangan dibawa ke tempat umum. Kita tidak pernah tahu orang di sekitar kita ini apakah dia orang yang tidak bergejala tapi bisa menularkan,"
"Dan sayangi anak-anak kita karena mereka adalah generasi penerus bangsa pengganti kita kalau saat ini dia terpapar dan sakit tentu pertumbuhan perkembangannya jadi terhambat," jelas drg. Kartini.
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR