Nakita.id - Saat Moms menjadi single parent pasti ada kelebihan dan kekurangan ketika menjalaninya.
Kelebihan menjadi single parent adalah memahami pepatah "It's okay being not okay" dan keberanian.
Selain itu, kelebihan menjadi single parent lainnya adalah kemandirian, kepercayaan diri, dan self esteem.
Baca Juga: Tak Selamanya Sendirian Terasa Berat, Justru Ini Kelebihannya Menjadi Single Parent
Tak hanya itu, Moms terbebas dari kelelahan mental karena berkonflik dengan mantan suami sehingga punya fokus untuk diri sendiri dan mengasuh anak.
Sementara, ada pula kekurangan menjadi single parent.
Oleh karena itu, Nakita.id telah mewawancarai psikolog untuk menjawab kekurangan menjadi single parent.
Monica Sulistiawati, M.Psi, Psikolog yang berpraktik di Personal Growth menjelaskan kekurangan menjadi single parent.
Kekurangan menjadi single parent menurut Monica adalah Moms mempunyai keterbatasan.
Monica juga mengatakan Moms harus berjuang sendirian dan berhadapan dengan emosi kita sendirian.
"Menjadi single parent kita punya keterbatasan. Kita harus berjuang sendirian, kita harus dealing dengan emosi kita sendiriani," ucap Monica.
Tak hanya itu saat anak rewel, tidak ada orang disamping Moms yang bisa diajak curhat sambung Monica.
"Terus ketika anak kita lagi cranky-crankynya mungkin tidak orang disamping kita yang bisa kita ajak curhat," tambahnya.
Sementara, Meriyati, M.Psi, Psikolog yang berpraktik di RS Pondok Indah - Puri Indah juga menjelaskan kekurangan menjadi single parent.
Meriyati mengungkapkan kekurangan menjadi single parent adalah tanggung jawab menjadi lebih banyak.
"Kekurangannya tentu tanggung jawab menjadi lebih banyak termasuk dari sisi finansial tapi tidak perlu khawatir setiap usaha pasti ada hasilnya.
Karena sudah terbiasa Moms juga lebih kreatif dan handal mengelola keuangan maupun dalam mengasuh Si Kecil," papar Meriyati.
Kemudian, Meriyati juga mengatakan pendapat-pendapat negatif banyak sekali diutarakan oleh masyarakat tanpa mengenal atau mengetahui lebih dalam tentang apa yang dialami oleh Moms.
"Tidak terlepas dari kekurangan kayak stigma dari masyarakat tentang anak broken home. Baik anak itu mau berperilaku baik maupun buruk, stigma itu tetap melekat.
Misalnya kalau anaknya berperilaku baik atau pintar, ‘Anaknya baik ya padahal orang tuanya bercerai loh’. Ketika anaknya berperilaku buruk melekat juga, ‘Pantaslah anaknya gitu, ayah dan ibunya seperti itu tidak ada yang ngajarin’," jelas Meriyati.
"Sedangkan stigma masyarakat untuk si ibu yang memilih bercerai pasti masyarakat mengatakan bahwa istri yang memilih bercerai tidak mau berkorban demi anak, bukan istri yang penurut, bukan istri yang baik, bukan istri yang soleha, bukan istri yang memang ingin membina rumah tangga, lebih memilih karir daripada anaknya dan sebagainya," tambahnya.
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR