1. Lahir dari kesengsaraan
Pakar hukum asal Solo, Mr. Soewidji (1973), menuturkan kehidupan sehari-hari bertambah sulit saat itu.
Jangankan rumah atau baju merah, kebutuhan pangan dan sandang saja kian susah dicari.
"Sekadar untuk mengatasi kelaparan yang merajalela, bonggol pisang pun dipakai untuk bahan makanan," jelas Heri.
Di tengah masa penjajahan, orang Solo memutar otak untuk tetap bertahan hidup dengan mengolah semua bahan pangan, termasuk limbah pangan, termasuk limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan kambing.
Umumnya tulang dan jeroan hewan tidak dimanfaatkan oleh orang dari ekonomi tinggi pada masa itu.
Hanya berbekal limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan dari kambing, mau tak mau masyarakat Solo mengolah sajian tersebut untuk mengisi perut.
Bagian daging kambing pada masa itu, dihidangkan untuk para tuan dan nyonya orang Belanda dan para priyayi.
Limbah pangan itu akhirnya disajikan dengan bumbu khas yang cukup rumit.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR