Nakita.id - Moms, seperti halnya orang dewasa, emosi anak-anak bisa naik dan turun lho.
Bahkan menurut para ahli, sejak usia 8 minggu bayi sudah bisa menunjukkan perbedaan emosinya.
Tak heran bila Si Kecil saat berada di tengah pusat perbelanjaan, misalnya, tiba-tiba mengamuk dan marah.
Wah, menghadapi kondisi ini bisa saja Moms jadi ikutan emosi ya.
BACA JUGA: Mengapa Anak Perempuan Tampak Lebih Emosional? Ini Penjelasannya, Moms
Jangan sampai ya Moms, kita menjadi ikutan emosi hingga memarahinya saat melihat Si Kecil ngga mood ini.
Nah, untuk mengatasi kondisi ini, kuncinya yaitu orangtua harus mengolah emosinya.
Loh, mengapa emosi kita yang harus dikelola? bukannya emosi Si Kecil yang harus kita atasi?
Ya Moms, secara tidak sadar emosi kita sangat memengaruhi emosi Si Kecil.
Menurut Psikolog Anak & Remaja, Devi Sari, M.Psi,. orangtua yang pintar mengelola emosinya akan berpengaruh pada emosi sang anak.
"Bagaimana orangtua yang pintar meregulasi emosinya anaknya juga akan pintar meregulasi emosinya, kunci utamanya itu," kata Devi dalam acara Hijup Parenting Club "Mengelola Emosi Anak" Jumat (13/4/2018) di Sky House Exhibition, Jakarta.
BACA JUGA: [Reportase] Deteksi Demam Anak, Ini Cara Cepat Supaya Penanganan Tepat
Tapi terkadang, ada pula orangtua yang ingin anaknya segera menyelesaikan emosinya atau marahnya dengan cepat, alias keadaan moody dan cranky tak akan dialami lagi esok harinya.
Nah, hal ini pula yang perlu digaris bawahi oleh Moms. Karena faktanya, si Kecil tidak bisa dengan instan mengatasi atau mengelola emosinya sendiri.
"Biasanya orangtua mau tip secara nyata dan instan gimana anaknya biar ngga ngambek dan marah-marah terus, padahal ngga bisa seperti itu, prilaku anak terbentuknya ngga instan semua itu butuh proses. Harus ada perubahan proses yang ngga lambat tapi butuh waktu," tandasnya.
Orangtua perlu membantu anak untuk membiasakan mengolah emosinya sendiri.
Untuk itu Devi menyarankan setiap orangtua melakukan 5 langkah dasar mengelola emosi anak, yaitu:
BACA JUGA: Tak Melulu Buruk, Inilah Manfaat Tantrum Bagi Si Kecil
1. Akui sudut pandang anak
Biasanya orangtua spontan memberi nasihat atau solusi saat Si Kecil merasakan emosi.
Padahal sebenarnya Si Kecil lebih membutuhkan untuk didengar terlebih dahulu alias orangtua hanya harus berempati terhadap perasaannya.
"Sebenarnya saat anak sedang cerita mengungkapkan perasaannya, yang si anak inginkan bukan solusi, tapi empati," terang psikolos lulusan Universitas Indonesia ini.
Menurutnya, sebelum orangtua memberi solusi sebaiknya acknowladge feeling (mengetahui perasaan) Si Kecil terlebih dahulu.
Sebagai seorang orangtua, khususnya ibu, penting sekali untuk memiliki sifat berempati pada anak.
2. Izinkan anak mengekspresikan emosinya
Keadaan saat orangtua melarang anak marah, tantrum atau menangis di tempat umum.
"Ketika dia baru mau mengungkapkan perasaannya, sebaiknya izinkan ekspresi emosi, tapi tetap kalau diekspresikan dengan memukul atau mencubit, segera beri tahu batasan yang jelas padanya," kata Devi.
BACA JUGA: Balita Alami Cedera Tulang Belakang Setelah Ayah Tiru Atraksi Akrobat
3. Mencari tahu apa yang dibutuhkan anak
"Terkadang anak berperilaku negatif adalah sinyal, bahwa ada perasaannya yang masih terkungkung atau ada kebutuhannya yang belum dipenuhi," ungkap Devi.
Maka, jangan menganggap Si Kecil yang suka marah-marah adalah anak nakal, tapi sebagai pertanda kita sebagai orangtua harus merefleksikan apakah ada kebutuhannya yang tidak terpenuhi.
Kebutuhan disini merujuk pada kasih sayang, belaian, pelukan, waktu bermain bersama, diakui perasaannya atau di dengar pendapatnya.
4. Ajarkan Problem Solving/pemecahan masalah
"Biasanya anak bisa melakukan sendiri, jika belum bisa harus brain storming. Tapi ingat, anak tidak boleh terus disuapi solusi, kita harus beri pertanyaan dulu apa yang harus dilakukannya," kata Devi.
5. Bermain
"Bermain adalah cara anak memproses pengalamannya. Kadang ada orangtua yang memarahi anaknya main terus, padahal kalau mainnya anak dibawah 5 tahun itu berbeda, dia bermain memproses pengalamannya sebenarnya.
Maka muncullah terapi psikologis yang melibatkan permainan, karena sebenarnya bermain bisa turut memproses emosi, perasaan, bahkan sampai pengalaman yang dia tidak bisa coba di kehidupan nyata." (*)
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR